Dzikro Maulidur Rosul yang dihelat di Masjid Sayyid Abbas Al- Maliky, Ponpes Ridwan Romly Al Maliky siang tadi (22/11), membuktikan betapa cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi tak bisa dibatasi ruang dan interval waktu.
Mahalul Qiyam dan tetabuhan yang menderu-deru, mengiringi rasa cinta dan rindu para hadirin pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Lantunan sholawat bergema di udara, sementara rasa haru terasa membekap di dalam dada.
Begitulah, tiap kali acara Dzikro Maulidur Rosul, selalu diikuti rasa haru yang unik. Sejenis suasana harap-harap cemas yang hadir akibat perasaan cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Cinta dan rindu, kalau digambarkan, mungkin ilustrasinya seperti ini: saat bangun tengah malam, lalu tak sengaja mendengar suara tarhim subuh yang sayup-sayup berkumandang dari kejauhan. Saat seperti itu, hati bisa cemas begitu saja. Tapi juga bisa lega begitu saja.
Ya, barangkali, seperti itulah sunyinya suasana rindu dan cinta. Suasana ketika cemas dan lega datang secara bersama-sama.
Suasana rindu dan cinta benar-benar terasa dalam acara Dzikro Maulidur Rosul yang diadakan Markaz Ridwan Romly Al Maliky siang tadi. Dalam acara tersebut, cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi mampu jadi padatan frekuensi energi yang menggetarkan dinding-dinding hati.
Selain memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw, acara tersebut juga memperingati haul Abuya Sayyid Abbas Al Maliky Al Hasani, sekaligus haul Para Pendiri dan Masyayikh Markaz Ridwan Romly Al Maliky.
Dalam acara yang mematuhi protokol kesehatan Covid-19 tersebut, selain dihadiri santri, pengurus, dan dewan asatidz, juga hadir sejumlah kiai dan tokoh masyarakat, baik dari dalam Kota Bojonegoro maupun luar Kota Bojonegoro.
Dzikro Maulidur Rosul membuktikan betapa cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw tak akan pernah bisa dibatasi dinding ruang maupun interval waktu. Sebab, ia ada di setiap nafas dan pandangan mata.