Senin, 25 Januari 2021

Arridwanpedia: KH. Idham Chalid, Seorang Guru dengan Filosofi Air


Kelas 7 putra Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki diberi nama Kelas Idham Chalid. Sans, tahu nggak sih, siapa sosok bernama KH. Idham Chalid itu?

Yaps, pada edisi Arridwanpedia kali ini, kami ingin mengangkat profil Dr. KH. Idham Chalid. Untuk diketahui, KH. Idham Chalid (1921-2010), merupakan seorang guru, kiai, politisi dan Ketua Tanfidziyah NU.

Pak Idham tercatat pernah berproses di Madrasah Ar-Rasyidiyyah dan Ponpes Gontor. Latar belakang Pak Idham, sesungguhnya adalah guru (pengajar). Tapi, aktivitasnya di politik, membuatnya masyhur sebagai politisi.

Latar belakang Pak Idham adalah guru.
Beliau menjabat Ketua PBNU pada 1956-1984. Lalu, pada 1952, Pak Idham diangkat sebagai ketua PB Ma’arif--- organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan.

Sepanjang 1952-1955, Pak Idham duduk dalam Majelis Pertimbangan Politik PBNU. Kala itu, beliau sering mendampingi Rais Am K.H. Abdul Wahab Hasbullah berkeliling ke seluruh cabang NU di Nusantara.

Filosofi Air KH. Idham Chalid 

Pak Idham sosok yang mampu berperan ganda dalam satu situasi; guru, kiai, sekaligus politisi. Tentu ini peran yang tidak mudah. Dalam buku Idham Chalid: Guru Politik Orang NU karya Ahmad Muhajir, beliau berkata: politisi yang baik mestilah memahami filosofi air.

Apabila air dimasukkan di dalam gelas, ia akan berbentuk gelas; bila dimasukkan ke dalam ember, ia akan berbentuk ember; bila dibelah dengan benda tajam, ia akan terputus sesaat, lalu cepat kembali ke bentuk aslinya.

Jasanya di dunia pendidikan, mendirikan Universitas Nahdlatul Ulama (Universitas Islam Nusantara) pada 30 November 1950 bersama tokoh NU lain seperti, K.H Subhan Z.E. (Alm.), K.H. Achsien (Alm.), K.H. Habib Utsman Al-Aydarus (Alm.), dll.

Senin, 28 Desember 2020

Ingin Mendaftar Santri Baru Ar-Ridwan Al Maliki, Bisa Lewat Link di Bawah Ini


Untuk bisa mendaftar santri baru di Ar-Ridwan Al Maliki, gak perlu repot datang ke lokasi, cukup klik link di bawah ini. 

Sehubungan kasus Covid 19 yang masih meningkat, dan demi menjaga area pondok pesantren Ar-Ridwan Al Maliki tetap steril, pendaftaran santri baru TA 2021 / 2022 secara offline ditutup sementara waktu.

Namun, pendaftaran jalur online tetap dibuka. Nah agar bisa mendaftarkan putra-putri Anda menjadi santri di Ar-Ridwan Al Maliki, gak perlu repot datang ke lokasi, cukup klik link di bawah ini. 

Link pendaftaran santri baru 

Selamat mencoba. Semoga Allah SWT memudahkan langkah kita untuk bergerak menuju kebaikan. 

Rabu, 16 Desember 2020

Kabar Baik: Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro Membuka Pendaftaran Santri Baru


Anak memang investasi orang tua. Tapi saat dipondokkan, ia akan langsung jadi keuntungan dunia akhirat bagi orang tuanya. Insya Allah.

Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro membuka pendaftaran santri baru setingkat SMP sederajat untuk tahun ajaran 2021-2022. Ini tentu jadi kabar baik bagi calon wali santri yang ingin memondokkan anaknya.

Mendaftarkan anak ke ponpes adalah investasi tak ternilai harganya bagi orang tua. Sebab, anak adalah investasi. Jika anak itu memahami ajaran agama Islam, ia tak hanya jadi investasi, tapi langsung jadi keuntungan.

Bagaimana tidak? Anak yang memahami ajaran Kanjeng Nabi Muhammad Saw adalah penolong bagi orang tua dan kakek-nenek buyutnya. Baik penolong saat di dunia, maupun penyelamat kelak di akhirat.

Membekali anak dengan pendidikan yang baik adalah kewajiban bagi setiap orang tua. Baik itu pendidikan umum, terlebih lagi pendidikan agama. Sebab, apa yang kelak ditimpa orang tua, sedikit banyak dipengaruhi oleh keadaan anak-anaknya.

Alhasil, membekali anak dengan pendidikan agama dan pendidikan umum yang baik adalah kewajiban dan tanggung jawab paling inti dan prioritas bagi setiap orang tua.

Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro adalah lembaga pendidikan yang tepat bagi orang tua untuk memondokkan anak-anaknya. Ada banyak alasan yang memperkuat dan melatar belakanginya.

Sedikit di antaranya adalah: Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki adalah ponpes Tahfidzul Qur'an. Ponpes yang inti pembelajarannya, berorientasi pada penghafal Al-Qur'an. Dengan target lulusan, santri hafal Al-Qur'an 3-15 juz.

Selain Tahfidzul Qur'an, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki juga mengajarkan Tafaqquh Fiddin (pemahaman Ahlussunah wal Jamaah). Sebab, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki merupakan ponpes alumni Abuya Sayyid Abbas Al Maliki (ulama Ahlussunah wal Jamaah Makkah).

Sementara untuk pendidikan umum, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki mengacu pada gaya pendidikan berorientasi kebahagiaan (khas Finlandia) dengan target menguasai dasar Bahasa Inggris dan bahasa Arab, tuntas kurikulum nasional dan pembekalan lifeskill.

Sehingga, secara umum, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki memiliki visi besar melahirkan generasi Qurani sekaligus memiliki kompetensi pengetahuan umum yang mumpuni.

Pendaftaran santri baru dibuka pada 21 Desember 2020 - 31 Maret 2021 (untuk gelombang 1), dengan waktu tes pada 10 April 2021. Sementara (gelombang 2), dibuka pada 12 April 2021 - 30 Juni 2021, dengan waktu tes pada 02-03 Juni 2021.

Semoga kabar baik ini benar-benar jadi kabar baik bagi Anda semua (calon wali santri). Sebab, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro adalah tempat yang tepat untuk menitip-binakan buah hati. 



Sabtu, 12 Desember 2020

Class Meeting dan Buah dari Kesabaran

Class Meeting adalah bukti betapa maha baiknya Allah SWT pada kita. Sebab, sesulit apapun menghadapi ujian, bakal ada momen "Class Meeting" yang hadir dalam kehidupan. 

Raut bahagia tergurat pada wajah para santri dan ustad-ustadzah Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro pagi ini (12/12/2021), saat melaksanakan kegiatan Class Meeting di lapangan Ponpes. 

Kegiatan Class Meeting ini dilaksanakan untuk mengisi waktu lowong antara selesai Ujian Semester dan menerima Rapor. Sejumlah perlombaan pun, dilaksanakan dengan aman sesuai protokol kesehatan. 

Sejumlah perlombaan seperti lomba sepakbola terong, balap bola di atas rafia, hingga lomba angkut air, cukup membuat para peserta dan panitia sejenak tertawa lepas melupakan kepenatan. 

Yang menarik dari Class Meeting, menang-kalah dan sekecil apapun hadiah yang didapat, tak lagi penting. Sebab, bisa bertemu teman beda kelas dalam momen perlombaan saja, sudah kebahagiaan itu sendiri. 

Itu yang dirasakan para santri Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki. Riuh-rendah tawa mereka tak lagi dipengaruhi menang-kalahnya pertandingan, tapi karena memang ingin tertawa saja. Ya, ingin tertawa saja. Betapa sederhananya wujud bahagia. 

Filosofi di Balik Class Meeting

Hidup digambarkan seperti sekolah. Sebab, hampir tiap hari selalu ada ujian yang dihadapi. Ada ujian kesabaran. Ujian keikhlasan. Hingga ujian yang mungkin tak lagi sanggup diistilahkan dengan perkataan. 

Tapi, entah disadari atau tidak, Allah selalu meletakkan "Class Meeting" dalam kehidupan kita. Ritmenya pun selalu sama. Usri dulu, Yusron kemudian. Al Usri Yusron. Susah dulu, mudah kemudian. Ujian dulu, Class Meeting kemudian. 

Cuma, kadang-kadang sih diselipi remedi biar tambah dewasa dan kian matang dalam menjalani hidup. Hehe 

Class Meeting adalah bukti betapa maha baiknya Allah SWT. Sesulit dan se-susah apapun kita menghadapi ujian, bakal ada momen "Class Meeting" dalam kehidupan. Sabar dulu, ikhlas dulu, Class Meeting kemudian. 

Perjumpaan setelah penantian dan ketercapaian setelah upaya mati-matian, adalah contoh hadirnya Class Meeting dalam kehidupan. Ya, begitulah ritmenya. Sesusah apapun ujian yang dihadapi, menjumpai "Class Meeting" adalah keniscayaan.

Rabu, 25 November 2020

Kalau Ingin Kaya, Jangan Jadi Guru



Oleh: Ahmad Wahyu Rizkiawan 

Menjadi guru bukan profesi yang mengantar kita pada status sosial ekonomi kaya raya. Kalau ada yang kaya raya dari profesi guru, itu sekadar bonus dan takdir belaka. 

Sebab, guru memiliki peran pada Guide (panduan) and Rules (aturan). GUide and RUles, bukan Gold (emas) and Riches (kekayaan). Bukan pada orientasi mendapatkan emas dan kekayaan, tapi lebih pada peran pemandu kehidupan. 

Setiap Hari Guru tiba, entah kenapa, saya selalu ingat dan merenungi pesan Kyai saya: nek ndue niat dadi kyai (guru), ojo arep-arep sugih. Kyai saya dapat pesan itu dari kyainya kyai saya.

Sejak mendengar kalimat itu, sesungguhnya saya tak pernah punya niat menjadi guru. Tapi sayang, saya punya bakat jadi guru sejak lahir. Sebab orang tua saya menitipkan DNA pendidik di dalam tubuh saya.

Seberapa kuat saya menghindari takdir jadi guru, tetap saja ada celah episode hidup yang akan mengantar saya pada kegiatan belajar mengajar --- sesuatu yang kelak amat sangat saya syukuri. 

Suatu hari, saat saya masih duduk di Sekolah Menengah, Ibu pernah berpesan, "Sok mben awakmu tetep bakale dadi guru, Ibuk suueneng nek awakmu dadi guru". Kata Ibu. 

Saya mendengar kata itu sambil lalu. Sebab waktu itu saya belum kepikiran mau jadi apa, apalagi sekadar jadi guru. Bahkan, tak pernah ada niat dalam hati saya untuk sekolah di jurusan keguruan. 

Saya kira waktu itu Ibu sedang bergurau. Tapi ternyata itu doa yang amat mustajab. Buktinya, entah apapun yang saya lakukan, tubuh saya seperti selalu digerakkan pada giat-giat advokasi edukasi.

"Kerjo opo wae, nak iso atine tetep nyambi dadi guru." Itu pesan ibu yang selalu saya ingat hingga saat ini.  

Kalau bukan karena pesan Ibu, mungkin saya tak akan pernah mau jadi guru. Semua ini karena Ibu dan bapak sangat mencintai pendidikan. Episode hidup mereka dihabiskan di dunia pendidikan. Tiap kali kami pindah rumah, di tempat itu pula, selalu ada orang belajar. 

Ada yang belajar ngaji, belajar baca-tulis, belajar main hadrah, atau belajar bikin kue. Rumah kami selalu ramai anak-anak dan tetangga-tetangga yang belajar. Meski rumah kami bukan sebuah sekolahan. 

Ibu dan bapak tak berprofesi menjadi guru secara formal. Beliau hanya mencintai pendidikan, tapi tak berprofesi sebagai guru. Kelak saya tahu jika ibu dan bapak memaknai guru dan pendidik sebagai status ukhrowi. 

Hingga beberapa waktu sebelum wafat, Ibu masih sering bertanya pada saya, adakah anak tetangga yang saat sudah waktunya disekolahkan, tapi belum atau tidak disekolahkan? Jika ada, saya diminta untuk memanggilkan mereka ke rumah. 

Ibu dan bapak memang sangat mencintai pendidikan, meski mereka hanya seorang pedagang. Mereka pedagang yang berjuang di dunia pendidikan. Dan mereka amat bangga akan apa yang mereka perjuangkan. 

Ibu pernah berpesan: jadi guru tidak akan membuatmu kaya raya, tapi dengan jadi guru yang ikhlas, potensi Allah membuka jalan kamu untuk hidup tercukupi dan kaya, bisa terbuka. Ibu tak pernah meminta saya jadi kaya raya dari profesi guru. Beliau hanya meminta saya jadi guru yang ikhlas, urusan ketercukupan rizki, cari jalan yang lain. Begitu pesan beliau. 

Dan sejak saat itu, hati saya mulai luluh. Sebab saya menyadari; orang tua, kakek, hingga buyut-buyut saya, semuanya menempatkan perjuangan hidup mereka sebagai guru dan pendidik, namun di saat yang sama, mereka berdagang. 

Ada yang jadi guru ngaji, guru pencak silat, hingga guru kehidupan di masyarakat. Dan tak ada satu pun dari mereka yang berprofesi guru formal, apalagi guru yang bersertifikat. Maka tak heran jika saya tumbuh dari cipratan DNA mereka. 

Dari beliau-beliau pula, saya mengambil kesimpulan bahwa: setiap manusia adalah guru dan pendidik. Kalaupun tak berprofesi sebagai guru, mereka mendidik dari apa yang dilihat orang lain terhadap diri mereka. Ya, saya tahu, guru dan giat pendidikan bukan sekadar profesi, tapi peran hidup dan status ukhrowi.

Minggu, 22 November 2020

Mauludan Atas Nama Cinta dan Kerinduan

Dzikro Maulidur Rosul yang dihelat di Masjid Sayyid Abbas Al- Maliky, Ponpes Ridwan Romly Al Maliky siang tadi (22/11), membuktikan betapa cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi tak bisa dibatasi ruang dan interval waktu. 

Mahalul Qiyam dan tetabuhan yang menderu-deru, mengiringi rasa cinta dan rindu para hadirin pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Lantunan sholawat bergema di udara, sementara rasa haru terasa membekap di dalam dada. 

Begitulah, tiap kali acara Dzikro Maulidur Rosul, selalu diikuti rasa haru yang unik. Sejenis suasana harap-harap cemas yang hadir akibat perasaan cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. 

Cinta dan rindu, kalau digambarkan, mungkin ilustrasinya seperti ini: saat bangun tengah malam, lalu tak sengaja mendengar suara tarhim subuh yang sayup-sayup berkumandang dari kejauhan. Saat seperti itu, hati bisa cemas begitu saja. Tapi juga bisa lega begitu saja. 

Ya, barangkali, seperti itulah sunyinya suasana rindu dan cinta. Suasana ketika cemas dan lega datang secara bersama-sama. 

Suasana rindu dan cinta benar-benar terasa dalam acara Dzikro Maulidur Rosul yang diadakan Markaz Ridwan Romly Al Maliky siang tadi. Dalam acara tersebut, cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi mampu jadi padatan frekuensi energi yang menggetarkan dinding-dinding hati. 

Selain memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw, acara tersebut juga memperingati haul Abuya Sayyid Abbas Al Maliky Al Hasani, sekaligus haul Para Pendiri dan Masyayikh Markaz Ridwan Romly Al Maliky. 

Dalam acara yang mematuhi protokol kesehatan Covid-19 tersebut, selain dihadiri santri, pengurus, dan dewan asatidz, juga hadir sejumlah kiai dan tokoh masyarakat, baik dari dalam Kota  Bojonegoro maupun luar Kota Bojonegoro. 

Dzikro Maulidur Rosul membuktikan betapa cinta dan rindu pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw tak akan pernah bisa dibatasi dinding ruang maupun interval waktu. Sebab, ia ada di setiap nafas dan pandangan mata.

Kamis, 19 November 2020

Perpisahan Siswa PPL dan Perjumpaan-perjumpaan yang Lain



Segala yang pernah berjumpa, pasti akan berpisah. Begitu kata pepatah. Tapi, ada perpisahan yang justru jadi awal bermacam perjumpaan. 

Upacara perpisahan (Farewell Party) siswa Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) MA Abu Darrin di Ar-Ridwan Al Maliky dilaksanakan siang ini (19/11). Meski sederhana, upacara tersebut amat memukau. 

Bermacam tampilan seni, ditampilkan para santri Ar-Ridwan sebagai bentuk terimakasih pada para siswa PPL, yang telah berkenan berbagi semangat menuntut ilmu selama dua Minggu ini. 

Penampilan seni Hadrah, Qori', hingga kreasi nadhom Aqidatul Awam ditampilkan oleh para santri, mengiringi prosesi perpisahan. 

Dari pihak Ar-Ridwan, Ustadzah Susanti memberikan sambutannya. Beliau berterimakasih pada para siswa PPL yang telah berkenan membagi ilmu pada para santri di ponpes Ar-Ridwan. Sementara dari pihak MA Abu Darrin, Pak Didik memberikan sambutan dan rasa terimakasih. 

Dalam acara tersebut, ada pula pembagian hadiah dari para siswa PPL untuk para santri. Ini, tentu sebagai ukir kesan agar apa yang telah terlewati bersama, layak dikenang sebagai momen bahagia. 

Selain penyerahan hadiah, dalam acara ini juga terdapat momen penyerahan kenang-kenangan. Pihak Ar-Ridwan diwakili pengasuh ponpes Ar-Ridwan, KH. Tsalis Duha Ridwan. Sementara dari pihak MA Abu Darrin, diwakili Pak Didik. Acara perpisahan ini, ditutup doa oleh pengasuh. 

Peepisahan ini, tentu bukan akhir dari segala niat baik. Tapi awal dari getar hati dan langkah kaki untuk terus berbagi perihal baik. Berbagi perihal yang layak dikenang sebagai kebaikan. 

Sans, barangkali benar jika segala yang pernah berjumpa, pasti akan berpisah. Tapi, ada perpisahan yang justru jadi awal perjumpaan-perjumpaan yang lain. Perjumpaan-perjumpaan atas nama ilmu dan cinta pada Allah SWT.